Woensdag 08 Mei 2013

peritonitis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
1.1   Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan peritonitis ?
2.      Apa etiologi/penyebab peritonitis ?
3.      Bagaimana patofisiologi peritonitis ?
4.      Apa saja klasifikasi peritonitis ?
5.      Apa saja tanda dan gejala peritonitis ?
6.      Apa saja komplikasi peritonitis ?
7.      Bagaimana penatalaksanaan peritonitis ?

1.3    Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan peritonitis
2.      Untuk mengetahui penyebab dari peritonitis
3.      Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis
4.      Untuk mengetahui klasifikasi peritonitis
5.      Untuk mengetahui tanda dan gejala peritonitis
6.      Untuk mengetahui komplikasi dari peritonitis
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan peritonitis




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi rongga abdomen (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasita peritoneal oleh bakteri atau kimia (marylinn E,doenges, 1999 hal:513)
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonitis yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah  suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelm. Diantara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron.
Enteron di daerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal, dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut menjadi peritonium.Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu :
1.    Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)
2.    Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis
3.    Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis

Peritonitis dapat berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus, para metritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke peritoneum atau langsung sewaktu tindakan perabdominal.
Peritonitis adalah infeksi nifas yang dapat menyebar melalui pembuluh limfe yang berada di dalam uterus langsung mencapai peritoneum.
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan meliputi organ-organ dalam. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ.
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.  bentuk primer (i.e. spontan),
b.  sekunder (i.e. terkait proses patologi pada organ visceral),
c.  tertier (i.e. infeksi persisten atau recurrent setelah terapi inisial).
d.  Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi :
e.  generalized (peritonitis),
f.  localized (abses intra abdomen).
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.

2.2 Etiologi
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organviseral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Kira - kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.         
Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah bening ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari semua kasus peritonitis primer.
Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran bilier. Kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi kolon asenden (usus halus).
Penyebab iatrogenik umumnya bersal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pankreas, saluran empedu dan kolon juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi non infeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharunsnya kurang dari 2 %. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, diventikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi beresiko kurang dari 10% terjadi peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Resiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya terlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfusi yang pasif.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, Nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire, muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin.

2.3 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

2.4 Klasifikasi Peritonitis
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Spesifik : misalnya Tuberculosis
2.   Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
                             
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)      
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1.      Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
2.      Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3.      Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
C. Peritonitis tersier, misalnya:  
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur, seperti Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
D. Bentuk lain dari peritonitis:
1.      Aseptik/steril peritonitis
2.      Granulomatous peritonitis
3.      Hiperlipidemik peritonitis
4.      Talkum peritonitis
2.5 Tanda dan Gejala Peritonitis
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
tanda gejala yang lain juga terjadi :
1.      Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
2.      Demam menggigil
3.      Pols tinggi, kecil
4.      Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
5.      Muntah
6.      Pasien gelisah, mata cekung
7.      Pembengkakan dan nyeri di perut
8.      Demam dan menggigil
9.      Kehilangan nafsu makan
10.  Haus
11.  Mual dan muntah
12.  Urin terbatas
13.  Bisa terdapat pembentukan abses.
14.  Sebelum mati ada delirium dan coma

Peritonitis yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis tanda dan gejalanya ; demam, Perut bawah nyeri, keadaan umum tetap baik, pada pelvioperonitis bisa terdapat pertumbuhan abses, nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan, ibu dengan peronitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Diagnosis peritonitis ditegakan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneun visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi, nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekainsme antisipasi penderita secara tidak sadar utnuk menghindari palpasinya yang meyakinakan/tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatranspalntasi, atau hiv), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, enselofati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesik), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.





2.6 Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
a.    Komplikasi dini
1.    Septikemia dan syok septic
2.    Syok hipovolemik
3.    Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system
4.    Abses residual intraperitoneal
5.    Portal Pyemia (misal abses hepar)
b.    Komplikasi lanjut
1.    Adhesi
2.    Obstruksi intestinal rekuren

2.7 Penatalaksanaan
       a.  Pencegahan
1.      Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2.      Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.
3.      Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas.
b.   Penatalaksanaan Medis
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :

1.        Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik.
2.        Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3.        Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4.        Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5.        Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6.        Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7.        Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8.        Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
c.    Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis (ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat diberikan sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ yang peniciline resisten, tahan terhadap penicilin karena mengeluarkan penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.
Karena peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit.

Secara jelas, penatalaksanaan pada peritonitis yaitu ;
1.      Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat  untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Lakukan nasogastric suction melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
2.      Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
a.    Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
b.    Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung perut di beri Abot Miller tube.
3.        Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan per os baru di berikan setelah ada platus.
4.        Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.
5.        Pembedahan  atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :
a.       Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
b.      Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
c.       Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
d.      Pemeriksaan laboratorium.



Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1.      Mengeliminasi sumber infeksi.
2.      Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3.      Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan bidan) yang diberikan antara lain:
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi modulasi respon peradangan.
Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan keperawatan/kebidanan selama masa pra, intra, post operatif maka tindakan bidan atau perawat harus memahami tahapan- tahapan yang dilakukan pada seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup tiga fase yaitu :
a)   Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian data dasar pasien yang datang di klinik, rumah sakit atau di rumah, menjalani wawancara pra-operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang operasi
b)    Fase intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan medikasi melalui intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada  menggemban tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip- prinsip dasar kesejajaran tubuh
c)    Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan  rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.











BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Prinsip umum terapi ini dapat Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena
a.        Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
b.        Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
c.        Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

3.2 Saran
Kita sebagai seorang bidan dalam mengatasi masalah peritonitis di masyarakat dapat memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa/i dapat memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang sesuai dengan apa yang dipelajari.

















DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: Jakarta
Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ; Jakarta
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&UID 200705.
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.