BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan
di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan
strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran
cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi
bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus,
bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau
enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya
peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera
diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan
peritonitis. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang
berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan
perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak
langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
1.1
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan peritonitis
?
2.
Apa
etiologi/penyebab peritonitis ?
3.
Bagaimana patofisiologi peritonitis ?
4.
Apa saja
klasifikasi peritonitis ?
5.
Apa saja tanda
dan gejala peritonitis ?
6.
Apa saja
komplikasi peritonitis ?
7.
Bagaimana
penatalaksanaan peritonitis ?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan peritonitis
2.
Untuk mengetahui penyebab dari peritonitis
3.
Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis
4.
Untuk
mengetahui klasifikasi peritonitis
5.
Untuk
mengetahui tanda dan gejala peritonitis
6.
Untuk
mengetahui komplikasi dari peritonitis
7.
Untuk
mengetahui penatalaksanaan peritonitis
BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya
di akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran
pencernaan atau pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan
Hackley, 2000).
Peritonitis adalah peradangan
peritoneum, suatu membran yang melapisi rongga abdomen (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi rongga
peritoneal dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan
oleh kontaminasi kapasita peritoneal oleh bakteri atau kimia (marylinn
E,doenges, 1999 hal:513)
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada
membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak
didalamnya.
Peritonitis
adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi
visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis
adalah peradangan pada peritonitis yang merupakan pembungkus visera dalam
rongga perut. Peritonitis adalah suatu
respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi
kimiawi atau invasi bakteri.
Peritoneum
adalah mesoderm lamina lateralis yang bersifat epitelial. Pada permulaan,
mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelm. Diantara kedua
rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron.
Enteron
di daerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal, dan ventral usus
saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut menjadi peritonium.Lapisan
peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu :
1.
Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)
2.
Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis
3.
Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis
Peritonitis dapat berasal dari
penyebaran melalui pembuluh limfe uterus, para metritis yang meluas ke
peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke peritoneum atau langsung sewaktu
tindakan perabdominal.
Peritonitis adalah infeksi nifas
yang dapat menyebar melalui pembuluh limfe yang berada di dalam uterus langsung
mencapai peritoneum.
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, selaput tipis yang melapisi
dinding abdomen dan meliputi organ-organ dalam. Kasus
peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini
penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi pendekatan multimodal
yang berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi
antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan
kegagalan sistem organ.
Infeksi peritoneal dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. bentuk
primer (i.e. spontan),
b. sekunder (i.e. terkait
proses patologi pada organ visceral),
c. tertier (i.e. infeksi
persisten atau recurrent setelah terapi inisial).
d. Sedangkan infeksi
intraabdomen biasanya dibagi menjadi :
e. generalized
(peritonitis),
f. localized
(abses intra abdomen).
Peritonitis
nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan
bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.
2.2
Etiologi
Bila ditinjau dari penyebabnya,
infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan),
sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organviseral), atau penyebab
tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).
Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif
(umum) dan abses abdomen (lokal).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat
bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah
spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP
terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien
dengan asites akibat penyakit hati kronik. Kira - kira
10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi
peritonitis bakterial.
Peritonitis
primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah bening
ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari semua
kasus peritonitis primer.
Jenis yang lebih umum dari
peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan infeksi ketika
datang ke peritoneum dari gastrointestinal
atau saluran bilier. Kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat mengancam
kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.
Penyebab peritonitis sekunder paling
sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus
duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis,
volvulus, kanker serta strangulasi kolon asenden (usus halus).
Penyebab iatrogenik umumnya bersal
dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pankreas, saluran empedu dan
kolon juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan operasi yang bocor
(dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah
operasi, abdomen efektif untuk etiologi non infeksi, insiden peritonitis
sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharunsnya kurang dari 2 %. Operasi
untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, diventikulitis, kolesistitis)
tanpa perforasi beresiko kurang dari 10% terjadi peritonitis sekunder dan abses
peritoneal. Resiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi
dengan adanya terlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi
peritoneal, syok perioperatif, dan transfusi yang pasif.
Peritonitis umum disebabkan oleh
kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi
tinggi, Nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire,
muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka
dingin.
2.3
Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat
mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat
dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh
mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh
ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan
oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang
tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus,
lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi
peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini
dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus
yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari
makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung,
sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya
terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai
nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan,
defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan
peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat
peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan
menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak
kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama
dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung,
empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan
nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda
asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi
vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding
apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis
baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma
tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila
mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang
timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang
bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya
paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya
didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan
terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,
mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum.
2.4 Klasifikasi Peritonitis
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
A.
Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan
peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum
dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Spesifik : misalnya Tuberculosis
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non
tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor
resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi adalah pasien
dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan
sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis
yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau
tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat
terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat
memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain
itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1. Luka/trauma
penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
2.
Perforasi organ-organ dalam perut,
contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga
feces keluar dari usus.
3. Komplikasi
dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
C.
Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis
yang disebabkan oleh jamur, seperti Peritonitis yang sumber kumannya tidak
dapat ditemukan.Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung,
seperti misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
D.
Bentuk lain dari peritonitis:
1.
Aseptik/steril peritonitis
2.
Granulomatous peritonitis
3.
Hiperlipidemik peritonitis
4.
Talkum peritonitis
2.5 Tanda dan Gejala Peritonitis
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat
pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.
tanda
gejala yang lain juga terjadi :
1. Nyeri
seluruh perut spontan maupun pada palpasi
2.
Demam menggigil
3.
Pols tinggi, kecil
4.
Perut gembung tapi kadang-kadang ada
diarrhea
5.
Muntah
6.
Pasien gelisah, mata cekung
7.
Pembengkakan
dan nyeri di perut
8.
Demam dan
menggigil
9.
Kehilangan
nafsu makan
10. Haus
11. Mual dan muntah
12. Urin terbatas
13. Bisa
terdapat pembentukan abses.
14. Sebelum
mati ada delirium dan coma
Peritonitis yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas
pada daerah pelvis tanda dan gejalanya ; demam, Perut bawah nyeri, keadaan umum
tetap baik, pada pelvioperonitis bisa terdapat pertumbuhan abses, nanah yang
biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan, ibu dengan peronitis
dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat
dan sistemik dengan syok sepsis. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat
pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus
dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum
atau kandung kencing.
Diagnosis peritonitis ditegakan secara klinis dengan adanya
nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneun visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi
berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,
takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi, nyeri abdomen yang hebat
biasanya memiliki punctum maksimum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut akan terasa tegang karena mekainsme antisipasi penderita secara
tidak sadar utnuk menghindari palpasinya yang meyakinakan/tegang karena iritasi
peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan
nyeri akibat pelvic inflammatory disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini
bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya
diabetes berat, penggunaan steroid, pascatranspalntasi, atau hiv), penderita
dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, enselofati toksik, syok
sepsis, atau penggunaan analgesik), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen
dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang
mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin;
terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
2.6
Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis
bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi
komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
a. Komplikasi
dini
1. Septikemia
dan syok septic
2. Syok
hipovolemik
3. Sepsis
intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system
4. Abses
residual intraperitoneal
5. Portal
Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi
lanjut
1.
Adhesi
2.
Obstruksi intestinal rekuren
2.7 Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1.
Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk
infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga
merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan
pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2.
Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak
mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak
berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan
mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam
persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu,
terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus
diberikan menurut keperluan.
3.
Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat
pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini
tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi
nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas.
b. Penatalaksanaan Medis
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan
pada peritonitis adalah sebagai berikut :
1.
Penggantian
cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik.
2.
Analgesik
untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3.
Intubasi
dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4.
Terapi
oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5.
Kadang
dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6.
Therapi
antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7.
Tujuan
utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan diarahkan
pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8.
Pada sepsis
yang luas perlu dibuat diversi fekal.
c. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam
pengobatan infeksi nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi
puerperalis dan pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang
terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi,
terutama infeksi yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test
sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut
sebaiknya segera memberi dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu
dalam keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline
setengah syntesis (ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline
bersifat baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya
diberikan peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari.
Dapat diberikan sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan
ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ yang peniciline resisten,
tahan terhadap penicilin karena mengeluarkan penicilinase ialah oxacilin,
dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian
antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan tindakan khusus untuk
mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.
Karena peritonitis berpotensi mengancam
kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit.
Secara
jelas, penatalaksanaan pada peritonitis yaitu ;
1. Bila peritonitis meluas dan
pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan
oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa infuse NaCl atau Ringer
Laktat untuk mengganti elektrolit dan
kehilangan protein. Lakukan nasogastric suction melalui hidung ke dalam usus
untuk mengurangi tekanan dalam usus.
2. Berikan antibiotika sehingga bebas panas
selama 24 jam:
a. Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam,
ditambah gantamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol
500 mg IV setiap 8 jam
b. Antibiotik harus
diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung perut di beri
Abot Miller tube.
3. Pasien
biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan
per os baru di berikan setelah ada platus.
4. Bila
infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan
dapat diupayakan.
5. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk
mencegah peritonitis. Bila
perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap abses.
Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan :
a. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas,
distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif),
tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi,
memburuknya pasien saat ditangani).
b. Pada pemeriksaan
radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan
kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
c. Pemeriksaan endoskopi
didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak
teratasi.
d. Pemeriksaan
laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1.
Mengeliminasi sumber infeksi.
2.
Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3.
Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan
bidan) yang diberikan antara lain:
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus
utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan
sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau
masker akan meningkatkan okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi
jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif
dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi
nutrisi dan metabolik dan terapi modulasi respon peradangan.
Jika
pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan keperawatan/kebidanan selama masa
pra, intra, post operatif maka tindakan bidan atau perawat harus memahami
tahapan- tahapan yang dilakukan pada seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup
tiga fase yaitu :
a) Fase
pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja operasi.
Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian data dasar pasien yang datang di klinik, rumah sakit atau di rumah,
menjalani wawancara pra-operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang
diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi
hingga melakukan pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang operasi
b) Fase
intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan medikasi melalui
intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa
contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada menggemban tangan pasien selama induksi
anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu
dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-
prinsip dasar kesejajaran tubuh
c) Fase
pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase
pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap
fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan
memungkinkan proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
dan evaluasi diuraikan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis
yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari
organ perut yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih
aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur,
kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan,
dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi
peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Prinsip umum terapi ini dapat
Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena
a. Terapi
antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas.
b.
Terapi
analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
c.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi
terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
3.2
Saran
Kita sebagai seorang bidan dalam
mengatasi masalah peritonitis di masyarakat dapat memberikan berbagai cara
untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa/i dapat memberikan asuhan
keperawatan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang sesuai dengan
apa yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo,
Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III. Yayasan Bina
Pustaka: Jakarta.
Mochtar,
Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC:
Jakarta
Silvia
A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ; Jakarta
Wim
de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah.
EGC. Jakarta
Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&UID
200705.
Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.